• Bapa Gereja

  • Keluarga

  • Khotbah

  • Renungan

  • Cerita SM

  • Perpustakaan

  • Artikel

Guru Sekolah Minggu, JAIM?

http://www.xaraxone.com/FeaturedArt/zeb/assets/images/guru.jpgSaat ini saya sedang menerawang masa kecil saya. Khususnya waktu masih jadi penghuni kelas sekolah Minggu. Saat saya melihat guru saya mengajar, betapa kagumnya saya saat itu melihat mereka. Begitu baik, manis, dan suka senyum. Wah mereka pasti suci sekali ya ….
Sekarang saya sudah selesai menerawang. Saya berdiri sebagai guru sekolah Minggu saat ini. Ternyata bersikap manis, baik, ramah, di hadapan anak-anak bukan hal yang mudah saat melihat mereka atau seorang anak dengan cueknya menimbulkan huru-hara. Atau dengan santainya tidak memperhatikan perkataan saya. Ingin marah? Itu bisa membuat saya mempunyai imej buruk di hadapan mereka. Masa sih guru sekolah Minggu GALAK? Wah … berarti saya harus JAIM di hadapan mereka. Wahh … wah … wahh …. lagi, itu bukan sifat saya ….
Benarkah guru sekolah Minggu harus selalu baik-baik saja di hadapan anak-anak? Ya, memang … itu harus …. Tetapi apakah kita harus JAIM untuk bisa baik-baik saja di hadapan mereka yang harusnya dididik untuk disiplin itu? Tidak, itu tidak harus ….
So … what can I do?
Setelah merenung beberapa hari, minggu, bahkan bulan …. saya bisa melakukan sesuatu … paling tidak ampuh untuk diri saya sendiri dan membuat saya bisa baik-baik saja di hadapan anak-anak tanpa harus JAIM!
Jika anak-anak itu dengan cueknya menciptakan perang kecil di dalam kelas yang saya, lebih baik saya langsung diam dan mengerem laju bibir saya untuk berbicara. Setelah sadar saya terdiam, biasanya teman-teman kecil si pembuat huru-hara itu akan berbisik-bisik, “sstt … sstt … sstt ….” Harapan saya sih dia akan menghentikan action nya itu :) Berhasilkah?
Ya, berhasil, tetapi hanya 3 minggu saja. Hiks … hikss … hikss …. Saya putar otak lagi dan tentunya dengan pijakan doa.
AHA! Saat para kapten perang kembali mengumumkan peperangan dengan bahasa tubuhnya, dengan gerak cepat saya langsung menyebutkan namanya. Tidak dengan suara manis tapi juga tidak dengan emosi membara. Di depan teman-temannya, dengan resmi saya meminta dia atau mereka menjadi asisten saya.
Mendengar posisi asiten ditawarkan, ada raut bangga di wajahnya. Eh … sekarang malah mereka yang JAIM di hadapan teman-temannya. Job description yang saya tawarkan adalah sebagai asisten keamanan dan ketertiban kelas. Tiap minggu sang assisten akan berdasarkan penilaian sang asisten sebelumnya. Siapa yang paling tertib akan mendapat kesempatan itu.
Thanks … Lord … buat ide ini …. Harapan saya sih itu berhasil. Tetapi rasanya tidak bisa dengan satu metode saja. Harus ada metode-metode lain agar kita bisa jadi teladan bagi mereka, tanpa harus terpaksa JAIM.
Saat berhenti menulis, saatnya bergumul lagi untuk dapat metode baru saat mereka sudah bosan menjadi asisten saya :) Yang penting … bisa bebas dari JAIM untuk menjaga citra diri sendiri tetapi bisa tetap jadi teladan untuk kemuliaan nama Tuhan.

Filed Under:

Shared and Contact

Bagikan renungan, artikel, cerita, kritik dan saran Anda, klik Disini atau Send Email.

Leave a Reply